@dmin

4 Jam Di Pasar Induk Singapura

Pasir Panjang Wholesales Centre, tulisan besar-besar itu terpampang di pinggir Pasir Panjang road. Dari pasar induk yang bersih dan teratur rapi itulah produk pertanian dari mancanegara didistribusikan. Ada yang dikonsumsi lokal, banyak pula yang dire-ekspor ke negara lain. Wartawan Harianregional, Evy Syariefa Firstantinovi, melaporkan hasil perjalanannya ke sana.

Jalan lebar beraspal mulus yang membelah deretan kios seakan menjadi awal aktivitas Pasir Panjang Wholesales Centre. Di sepanjang jalan berderet puluhan kontainer. Sejumlah pekeija pria sibuk menurunkan buah dan sayuran, lalu dipisahkan sesuai tujuan: pasar tradisional, pasar swalayan atau dire-ekspor. Hampir seluruh buah dan sayuran impor masuk ke Singapura melalui pasar induk seluas 14ha yang dibangun pemerintah pada 1983 ini.

Harian Regional melihat, kubis dan kentang asal Brastagi diangkut menuju deretan 8 gedung di bagian depan. Di sana, produk andalan ekspor Sumatera Utara itu dikelompokkan dengan tomat dan sayuran daun asal Malaysia. Di gedung khusus sayuran itu, para pekerja memilah-milah sayuran sebelum diambil pemesan.

Masuk lebih dalam lagi tampak kios buah yang tersebar di 9 gedung berukuran besar. Pisang, nenas, melon dan kelapa mendominasi ruangan. Pisang kebanyakan berasal dari Filipina; melon dan kelapa, Malaysia. Sedangkan nenas dipasok dari Malaysia dan Thailand.

Di kios seberang, buah-buahan temperate asal Amerika dan Australia, seperti apel, anggur dan jeruk sedang diangkut ke dalam cold storage. Satu ruangan berukuran 5m x 5m dapat diisi oleh 1.000—2.000 boks anggur berbobot 10kg. Lama penyimpanan tergantung kondisi pasar. Ketika permintaan melonjak, buah cuma menginap 1—2 hari di cold, storage. Seandainya lesu, lama penyimpanan sampai 3 bulan.

Indonesia turun tangan

Kwek, rekanan bisnis pekebun di Bandung menyebutkan, “Volume impor buah dan sayuran Indonesia pernah mencapai 50% dari total impor keseluruhan”. Sisanya diperebutkan oleh Cina, Thailand, dan Malaysia. Sayangnya, krisis ekonomi membuat kontribusi Indonesia turun.

Saat ini, rata-rata 10ton/hari sayuran Indonesia masuk Singapura. Sedangkan buah 6ton—8ton/hari. Semuanya masuk melalui Pasir Panjang Wholesales Centre. Kim Teck Hong, importir sayuran misalnya, memasok 2ton—6ton kentang per minggu dari Indonesia. Sementara Law Song Nam Vegetable Merchant menerima lton sayuran per hari, campuran kubis, kentang, dan sayuran lain. Importir lainnya memasok kubis 4ton—8ton/minggu. Tak hanya itu, petai Indonesia pun ikut diimpor.

Ternyata, konsumen Singapura lebih menyukai kentang Indonesia daripada kentang Amerika. “Kentang Indonesia lebih empuk dan warnanya kuning cerah bila digoreng,” ujar salah seorang karyawan Yeo Leng Huat Vegetable Wholesalers.

Untuk sayuranan daun seperti bayam dan kangkung, kebutuhan konsumen Singapura banyak dipasok oleh Malaysia. Jarak dan daya tahan komoditas tersebut menjadi pertimbangannya. Sayuran daun biasanya habis dalam satu hari. Bila diinapkan lebih dari itu tidak laku dijual. Kalau didatangkan dari Indonesia, selain jauh harganya pun lebih tinggi.

Selain mangga, Indonesia juga berpeluang mengekspor manggis dan salak. Indonesia bisa berkompetisi dengan negara produsen lainnya karena memiliki masa panen berbeda. Song & Sons Fresh and Sea Produce Pte. Ltd., misalnya, saat ini memasok kebutuhan mangganya dari Thailand. Namun memasuki Juli—Agustus pasokan diambil dari Indonesia. Mangga arumanis menjadi favorit karena rasanya pas di lidah orang Singapura. Buktinya, “Kalau (mangga arumanis) sudah datang, langsung ludes,” ujar Song.

Mahal dan tidak kontinyu

Peluang pasar di atas harus bisa dimanfaatkan Indonesia. Sayangnya belum ada dukungan penuh dari pemerintah. Keluhan eksportir Indonesia dan importir Singapura saat ini adalah tingginya biaya pengiriman. Akibatnya, harga buah dan sayuran Indonesia sulit bersaing dengan produk negara lain.

“Ketika harga buncis di pasar lokal Indonesia Rp3.000/kg, biaya pengirimannya mencapai Rp4.000 (US$ 50sen),” Kwek mencontohkan. Sampai ke Singapura harga produk mencapai 1,50 SGD padahal produk Malaysia hanya 1,20 SGD. “Kami (para importir) tentunya memilih produk yang lebih murah,” ujar Kwek lagi. Kalau sudah begini, pasar buncis lokal Indonesia lebih baik daripada harus diekspor. Padahal sebelumnya ekspor buncis ke Singapura bisa mencapai 4ton/hari.

Masalah lain yang dihadapi adalah rendahnya kontinuitas pasokan dari Indonesia, terutama produk buah-buahan. Produksi mangga, manggis dan durian sangat tergantung pada musim. Rendahnya kualitas hasil panen, ikut mempengaruhi pasokan. Mangga misalnya, “Dari seluruh hasil panen hanya 30% yang layak ekspor, sisanya dilempar ke pasar lokal,” tutur Umar.

Pasar Potensial

Sebagai pasar, Singapura memang negara paling potensial di kawasan Asia Tenggara. Nilai impor buah negara pulau ini jauh meninggalkan ekspornya dengan perbandingan 72:28. Sebagai contoh pisang. Data Trade Development Board, pusat statistik Singapura menunjukkan impor pisang Singapura pada 1999 mencapai 38.586ton asal Malaysia dan Filipina. Sedangkan ekspornya hanya 1.613ton ke Uni Emirat Arab. Total buah impor yang masuk Singapura tahun lalu mencapai US$ 270-milyar.

John Liem, sekretaris Asosiasi Eksportir-Importir Buah dan Sayuran Singapura menyebutkan buah dan sayuran yang masuk Singapura banyak untuk konsumsi lokal (80%), sisanya diekspor kembali. Sepuluh tahun lalu keadaannya terbalik. “Tapi sekarang negara-negara produsen sudah mampu melakukan ekspor sendiri tanpa melalui Singapura,” John Liem melanjutkan.

Frekuensi sayuran masuk Singapura 2x/minggu, setiap Senin dan Kamis, sedangkan untuk buah bervariasi 2—6 bulan tergantung pasar. Setiap eksportir yang berminat memasukkan produknya ke Singapura harus berhubungan dengan importir setempat. Baru setelah itu buah dan sayuran tersebut didistribusikan oleh para pedagang besar ke pasar tradisional atau pasar swalayan atau diekspor kembali.

Umumnya, jenis sayuran dan buah yang diekspor kembali biasanya berasal dari daerah temperate, Amerika atau Australia. Contohnya brokoli, apel, jeruk. Re-ekspor dilakukan ke Malaysia bagian timur, Sabah, Kuching dan Brunai. Sementara, sayuran dan buah tropis banyak untuk konsumsi lokal. Setengahnya dilempar ke pasar swalayan, sisanya masuk pasar tradisional.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.